Dua Perusahaan Bersitegang Soal Lahan. Diduga, Oknum Kades Membuat Dokumen Palsu?

Pangkalan Bun, eksposia.com –  Ketegangan tengah menyelimuti antara dua perusahaan di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Dua korporasi itu, sedang bersitegang lantaran tata batas tanah yang saling diklaimi Desa Kubu.
PT Silica Minsources Kaya (MNJ), melarang pihak lainnya, PT First Lamandau Timber International (FLTI) melakukan pembuatan parit batas lahan.
Seperti yang juga dimuat di beberapa media lain, Koordinator Lapangan (Korlap), M Yani, PT SMJ menyatakan bahwa telah mengantongi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPFBT), yang telah ditandatangani Kepala Desa (Kades) Kubu.
Yani menyatakan pihaknya kecewa karena seharusnya pihak sebelah menyurati lebih dulu sebelum melakukan pembuatan parit. Namun ia meminta rekan-rekannya agar menaati imbauan Polsek Kumai, demi kondusifnya suasana.
Sementara  PT FLTI melakukan hal tersebut berdasarkan informasi bahwa aset perusahaan mereka digelapkan oleh oknum karyawannya. Dan mereka melakukan ploting berdasarkan surat-surat yang dipegang, dari Kantor  Kementerian Agama Kotawaringin Barat, yang telah ditandatangani Panitia Pembebasan Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat, pada tahun 1982.
Legal Konsultan Hukum (LKN)  PT FLTI, Marden A Nyaring SH MH, pada beberapa media, menegaskan jika apa yang dilakukan PT FLTI adalah atas hak.  Selain memegang bukti otentik kepemilikan dari para ahli waris tanah tersebut, sebelum dijual atau diserahkan ke perusahaan.
“Selain itu, sebelum melakukan pembuatan parit,  pihak kami sudah berkoordinasi dengan Polsek Kumai tertanggal 14 Oktober 2023 lalu.  Kalau ditanya legalitas tanahnya, kami memegang Surat Kepemilikan Tanah (SKT) yang berbentuk Berita Acara Pelepasan Hak Nomor 415/PHT/ 10/IV/ 1982, tertanggal 27 April 1982,” tandas Marden.
Ia juga menyatakan keterkejutannya ketika mendengar laporan ada perusahaan lain (SMJ) yang menduduki lahan PT FLTI tanpa sepengetahuan mereka. Dan setelah diselidiki, dokumen yang dipegang mereka diduga keras aspal, alias asli tapi palsu.
“Ada empat buah SPPFBT yang dimiliki mereka. Semuanya tertanggal 29 Desember 2018 ditandatangani Kades Kubu, Jarman. Padahal status yang bersangkutan saat itu adalah terhukum. Dia berada sebagai  penghuni Lapas kelas IIB Pangkalan Bun. Jadi, apa sah kalau yang menandatangani surat pengesahan itu orang yang berstatus sebagai narapidana? Indikasinya jelas : cacat hukum,” tegas Marden. SAMSIN

Leave a Reply