Pewarta Pers Bartim: Tetap Berjuang Di Antara Himpitan dan Kegamangan

Tamiang Layang, eksposia.com – Para pewarta di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, tetap terlihat aktif menjalankan tugas mereka, meski kebanyakan mengaku masih merasa gamang lantaran biasanya di triwulan pertama tahun anggaran, belum mendapat sinyal yang jelas mengenai kontrak kerjasama pemberitaan dengan pihak eksekutif maupun legislatif.

Dan yang lebih membuat gamang lagi, adalah kondisi yang dirasa masih tak jauh berbeda saat pertama pandemi melanda. Sehingga kadang dalam beberapa hari tertentu, beberapa di antara mereka malas turun ke lapangan, dan mengerjakan pekerjaan lain di luar jurnalistik yang lebih mendatangkan income.

“Agak trauma dengan pengalaman tahun kemarin, 2022, kita sudah melakukan liputan dan berusaha memenuhi pemberitaan, ternyata di salah satu instansi hanya dihitung yang di triwulan terakhir. Berarti, yang Januari sampai September, dianggap kerja bakti dong? Padahal saat meliput, ada aja staf yang menanyakan kenapa sering terlihat hanya beberapa wartawan saja meliput? Apa tidak digunakan logika, kalau tidak semua wartawan yang bekerjasama, berdomisili di Tamiang Layang? Faktor cuaca dan ketidakstabilan ekonomi juga harus dipikir dong,” ungkap Iwan Prast, salah seorang wartawan media online, tadi (Sabtu, 14/1-2022) dengan nada terdengar kesal

Iwan juga menyatakan, tanpa ingin membandingkan apalagi menyudutkan, ia merujuk di tahun 2016 ke bawah, sebagai mitra pemerintah yang bertugas mengawal sisi keberhasilan Pemkab Bartim, wartawan masih diapresiasi secara layak. Anggaran-anggaran langganan di organisasi pemerintah daerah (OPD) terasakan begitu masih “memanusiawikan”.

Opini nyaris senada juga dilontarkan Yovan C Piay, salah satu pengurus organisasi Ikatan Wartawan Online (IWO) setempat, ketika juga diajak berbincang di sebuah podcast YouTube. Dalam kapasitas sebagai individu, Yovan menyatakan harapannya, agar Pemkab Bartim, juga badan legislatif yaitu DPRD, dapat memperhatikan hak para pekerja pers.

“Di satu sisi, seolah-olah kita dituntut untuk selalu memberitakan keberhasilan yang dicapai. Tapi feedback-nya terasa kurang. Kita sih tidak menuntut berlebih, namun setidaknya anggaran untuk media ya layaklah,” imbuhnya.

Namun demikian, baik Iwan, Yovan maupun yang lainnya, mengaku sebagai jurnalis, mereka tetap berkomitmen dengan pekerjaan mereka. Karena berkarya lewat liputan, ataupun tulisan lainnya, akan menjadi penanda survivalnya predikat mereka. Tinggal bagaimana pihak yang merasa terbantu, mengapresiasi (bukan mengapriori) hal ini. – NIA / WAWAN SOEMARSONO

Leave a Reply